Kontroversi Kritik Haruna dan Sulap Target Timnas Indonesia

Shin Tae Yong mendapat banyak pujian saat mengantar Timnas Indonesia jadi runner up Piala AFF. (AP/Suhaimi Abdullah) 

Pernyataan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Haruna Soemitro menimbulkan kontroversi.

Ia menyatakan banyak pihak mengukur pencapaian, termasuk di Timnas Indonesia, lewat prestasi dan bukan dari proses.
Hal tersebut diungkapkan Haruna dalam sebuah acara bincang-bincang (podcast) yang ditayangkan di Youtube. Haruna membeberkan bahwa Shin Tae Yong tersinggung dengan kritik atas kegagalan di Piala AFF 2020 (2021).

"Tersinggungnya itu bisa dibilang begini, Indonesia itu kalau hanya runner-up sudah biasa. 'Sebelum Anda itu [Indonesia] sudah lima kali jadi runner-up'. Ya ada atau tidak adanya Shin Tae Yong itu prestasi tertinggi kita itu runner-up."

"Kalau prestasinya hanya runner-up, ya apa bedanya dengan yang kemarin [pelatih sebelumnya]. Lebih-lebih kemarin ada yang ngomong, apa bedanya dia dengan Simon [McMenemy]. Simon juga [target] maksimalnya runner up," kata Haruna.

Haruna memang jadi salah satu Exco yang paling galak urusan target juara Piala AFF. Pasalnya, Shin didatangkan PSSI dengan salah satu syarat memberikan gelar juara Piala AFF 2020, sehingga kandidat lain tersingkir.

Ultimatum pertama Haruna disampaikan selepas Kualifikasi Piala Dunia 2022. Dalam tiga pertandingan tersisa tersebut, skuad Garuda hanya sekali imbang dan dua kali dibantai. Ini membuat Shin diperingatkan akan target.

PSSI lantas mengeluarkan pernyataan Shin akan dievaluasi jika gagal dalam play off Kualifikasi Piala Asia 2023. Hasilnya permainan Timnas Indonesia meningkat dan mengalahkan Taiwan dalam dua pertandingan.

Usai itu PSSI kembali mengadakan pertemuan dengan Shin. Ketua Umum PSSI lantas menyatakan Shin siap dievaluasi jika permainan Evan Dimas dan kawan-kawan tidak memenuhi ekspektasi.

Nyatanya penampilan tim Merah Putih disukai suporter Timnas Indonesia. Dengan jajaran pemain mudanya Shin bisa membawa Timnas ke babak final, meski akhirnya gagal juara karena kalah agregat 2-6 dari Thailand.

Karena publik jatuh cinta, Shin dipastikan tak akan dipecat seusai Piala AFF 2020. PSSI menjamin kontraknya hingga 2023 akan dipertahankan. Bahkan tak menutup kemungkinan kontrak pelatih asal Korea Selatan ini akan diperpanjang.

Haruna membeberkan, Shin kini ditarget mempertahankan gelar Piala AFF U-23 2022 di Kamboja dan Piala AFF 2022. Sebagai anggota Exco PSSI, Haruna berpendapat wajib menyampaikan kritik yang dihimpun dari para pelatih di Indonesia.


Pada saat yang sama, pelatih Timnas Indonesia yaitu Shin, juga harus menerima kritik dari Exco PSSI. Kritik tidak sepantasnya dianggap sebagai campur tangan, melainkan bagian dari pengawasan dari federasi.

Tapi kritik harus disampaikan dengan melihat permasalahan secara menyeluruh. Mendengar pernyataan Haruna, terlihat jelas ada masalah komunikasi antara Shin Tae Yong dengan PSSI.

"Orang sukses paham tentang proses, orang gagal lebih banyak protes."
Begitu tulis Direktur Teknik PSSI Indra Sjafri pada 2 Januari 2022 atau sehari setelah laga final leg kedua melawan Thailand yang berakhir 2-2.

Indra dengan lugas menyebut proses, karena pernah melewati jalan yang tak mudah untuk membentuk tim juara. Indra sempat keliling ke sejumlah daerah di Indonesia untuk mendapatkan talenta muda di bawah usia 19.


Akhirnya Indra membuka haus gelar juara pada 2013, yakni kampiun Piala AFF U-19. Enam tahun berselang Indra mencapai tonggak lainnya, juara Piala AFF U-22 2019. Sayang ia gagal di SEA Games 2019 dengan pemain U-23.

Kini Indra menjadi Direktur Teknik PSSI, menggantikan Danurwindo. Ia mengawal semua level pembinaan hingga tim senior. Kehadiran Indra diharapkan bisa menjembatani proses yang menghasilkan prestasi.

Sayang pandemi Covid-19 datang. Program pembinaan pun tak berjalan. Liga 1 U-16, Liga 1 U-18, Liga 1 U-20, dan Liga 1 Putri, sempat mati suri. Dari empat ini, hanya U-16 dan U-18 yang bergulir pada 2021.

Timnas Indonesia belum pernah jadi juara Piala AFF. (AP/Suhaimi Abdullah)
Pada saat yang sama tiga strata kompetisi PSSI bergulir pada 2021/2022. Liga 2 sudah usai, Liga 1 masih berlangsung, sedangkan Liga 3 memasuki fase nasional setelah mengarungi fase regional di 32 provinsi.

Dari tiga strata kompetisi ini, ada problem yang relatif sama: kepemimpinan wasit jadi cela. Utamanya Liga 3 menghadirkan banyak kasus, seperti pemain ribut dan wasit tak becus yang berujung pengeroyokan.

Adagium 'kompetisi yang bagus akan menghasilkan pemain timnas berkualitas' pun jadi senjata untuk menyerang PSSI. Soal ini Haruna sepakat, namun ia juga mengkritisi cara melatih Shin.

Salah satunya sistem latihan Shin berbeda dengan klub. Klub sudah akrab dengan sistem latihan holistik antara fisik dan taktik. Ini adalah peninggalan Luis Milla yang dituangkan dalam buku Filosofi Sepak Bola Indonesia.

Di sinilah peran Indra Sjafri sangat penting, yakni menyelaraskan visi Shin Tae Yong dengan pelatih klub-klub Liga 1 demi Timnas. Shin Tae Yong bukan Luis Milla. Keduanya pelatih dengan kultur dan pola pikir yang berbeda. Itu sudah menjadi risiko PSSI sejak awal.

Bicara proses dan prestasi, ada dua kacamata yang selama ini jadi perspektif. Pertama, Timnas (senior) tak butuh proses, karena proses itu bicara pemain usia muda. Kedua proses adalah jalan sukses jangka panjang.

Sukses timnas Vietnam di kawasan Asia Tenggara saat ini merupakan bukti buah dari proses membangun dari tim usia muda ke senior.

Namun, pihak lain akan mengambil contoh sukses Thailand bersama Alexandre Polking yang langsung juara AFF meski belum genap dua bulan bersama The Elephant War. Meski kita tidak bisa menutup mata Thailand punya kompetisi yang jauh lebih superior dibanding Liga 1.

Lantas proses seperti apa yang dibutuhkan Timnas Indonesia untuk juara? Perbaikan kompetisi dulu, penanaman filosofi dan mentalitas dulu, atau perbanyak naturalisasi?

PSSI dan Shin sama-sama ingin jalan sulap, jalan pintas. PSSI menginginkan Shin memberi prestasi, tapi lupa bahwa kompetisi dalam negeri masih bermasalah secara kualitas. Bahwa kompetisi baru berjalan 3 bulan sebelum Piala AFF 2020 dimulai setelah lebih dari 1 tahun berhenti.

Shin juga menginginkan jalan pintas dengan membuka keran naturalisasi pemain lewat jalur pemain keturunan. Shin menilai Indonesia butuh pemain kunci di beberapa posisi. Haruna tak setuju, tetapi PSSI akomodir keinginan Shin. Ini cara sulap Shin.

Sumber : CNN Indonesia